MAKALAH ULUMUL HADITS
"SEJARAH KODIFIKASI PRA DAN PASCA HADITS"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam mengenal dua
sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-Qur’an dan kedua al-Hadits. Terdapat
perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi sumber tersebut. Al-Qur’an
sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga
terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada
perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya lebih merupakan
spontanitas dan inisiatif para sahabat.
Hadits pada awalnya hanyalah sebuah literatur yang
mencakup semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Persetujuan
Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang pada zamannya, dan gambaran-gambaran
tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan secara lisan disampaikan
secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Setelah Nabi wafat pada tahun 10 H., islam merasakan
kehilangan yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW. Yang dianggap sebagai yang
memiliki otaritas ajaran islam, dengan kematiannya umat merasakan otoritas.
Hanya Al-Qur’an satu-satunya sumber informasi yang tersedia untuk memecahkan
berbagai persoalan yang muncul di tengah-tengah umat islam yang masih muda itu,
wahyu-wahyu ilahi, meskipun sudah dicatat, belum disusun dengan baik, dan belum
dapat diperoleh atau tersedia secara materil ketika Nabi Muahammad SAW. wafat.
Wahyu-wahyu dalam Al-Qur’an yang sangat sedikit sekali mengandung petunjuk yang
praktis untuk dijadikan prinsip pembimbing yang umum dalam berbagai aktivitas.
Khalifah-khalifah awal membimbing kaum muslim dengan semangat Nabi, meskipun
terkadang bersandar pada penilaian pribadi mereka. Namun, setelah beberapa
lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan yang tidak dapat lagi mereka pecahkan
sendiri, mereka mulai menjadikan sunnah, seperti yang merupakan kebiasaan
perilaku Nabi sebagai acuan dan contoh dalam memutuskan suatu masalah. Sunnah
yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan sahabat tersebut dijadikan sebagai bagian
dari referensi penting setelah Al-Qur’an. Bentuk-bentuk kumpulan
hafalan inilah yang kemudian disebut dengan hadits.
B.
Rumusan Masalah
Untuk menghindari
adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi
masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya :
1.
Apa Yang Dimaksud Dengan Sejarah Perkembangan Hadits ?
2.
Bagaimana Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits ?
3. Bagaimana
Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW ?
4. Bagaimana Perkembangan
Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin ?
5. Bagaimana
Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar ?
6. Bagaimana
Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan III ?
7. Bagaimana
Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalaha sebagai
berikut :
1.
Untuk Mengetahui Pengertian Sejarah Perkembangan Hadits.
2.
Untuk Mengetahui Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits.
3.
Untuk Mengetahui Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW.
4.
Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin.
5.
Untuk Mengetahui Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar.
6.
Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan
III.
7.
Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir.
D.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan
dalam penulisan makalah ini yaitu menggunakan metode studi literature, dimana
sumber yang digunakan menggunakan sumber pustaka(buku) dan hasil browsing dari
internet.
E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, meliputi :Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II Pembahasan, Meliputi : Pengertian Sejarah
Perkembangan Hadits, Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits, Perkembangan
Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW, Perkembangan Hadits Masa
Khulafa al-Rasyidin, Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar,
Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan III, Perkembangan
Hadits Pada Masa Mutaakhir.
BAB III Penutupan, meliputi : Simpulan dan Saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sejarah Perkembangan hadist
Sejarah perkembang
hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui dari masa lahirnya dan
tumbuh dalam pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman umat darigenerasi ke
generasi. (Endang Soetari.2005.hlm 29). Dengan memperhatikan masa yang telah
dilalui hadits sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW.meneliti dan
membina hadits.
B.
Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits
Berdasarkan
referenesi yang kami dapat dalam buku dan internet yaitu para ulama dalam
upaya berusaha untuk mengembangkan hadits dan membinanya serta segala hal yang
mempengaruhi hadits tersebut sehingga para Ulama Muhaddisin membagi sejarah
hadits dalam beberapa bagian, yaitu sejarah perkembangan hadist pra dan pasca
kodifikasi. Kemudian dibagi lagi dalam tujuh periode.
Berikut periodisasi
sejarah hadits yang membaginya pada lima periode :
1.
Periode pertama : masa Rasullulah semenjak Rasullulah diangkat jadi Rasul
sampai wafatnya “Masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam”
2.
Periode kedua : masa Khulafa’Ar-Rasyidin (11 H - 40 H)“Masa membatasi dan
penyedikitan periwayatan”
3.
Periode ketiga : Masa Sahabat kecil dan Tabiin “Masa perkembangan dan
penyebarluasan periwayatan hadits”.
4.
Periode keempat : Masa abad II dan III Hijriyah “Masa pembukuan dan penulisan”.
5.
Periode kelima : Masa Mutaakhir “Masa Penyempurnaan penyususnan hadits”
C.
Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW
Pada periode ini
sejarah hadist disebut “ Ashr al – Wahyiwa al – Takwin” ( masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat islam ). Pada saat inilah Hadist lahir berupa sabda
(aqwal), af’al da taqrir. Nabi yang berfungsi menerangkan al-qur’an dalam
rangka menegakkan syari’at islam dan membentuk masyarakat Islam.
Para sahabat menerima
hadits secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya
saat Nabi SAW.memberikan ceramah, pengajian,khotbah, atau penjelasan terhadap
pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak lansung adalah
mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan daerah yang datang
kepada Nabi SAW.
Pada masa Nabi
SAW.kepandaian baca tulis dikalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja
terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulsi dikalangan sahabat masih kuran,
Nabi menekankan untuk menhafal, memahami, memelihara, mematrekan, dan
memantapkan hadits dalam amalan seharisehari, serta mentabligkannya kepada
oranglain.
Tidak dituliskannya
hadits secara resmi pada masa nabi, buakn berarti tidak ada sahabat yang
menulis hadits. Dalam sejarah penulisan hadits terdapat nama-nama sahabat yang
menulis hadits, diantaranya ;
1.
‘Abdullah Ibn Amr Ibn ‘Ash
2.
Ali Ibn Abi Thalib
3.
Anas Ibn Malik
Disamping itu, ketika
Nabi SAW.menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan
surat-surat seruanpemberitahuan , antara lain kepada pejabat didaerah dan
tentang seruan dakwah islamiyah kepada para raja dan kabilah, baik ditimur,
utara, dan barat. Surat-surat terserbut merupakan koleksi hadits juga. Hal ini
sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi SAW.telah dilakukan penulisan hadits
di kalanagn sahabat.
D.
Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin
Perkembangan hadits
pada masa khulafa’al-Rasyidin ini disebut juga sebagai ‘Ashr-At-Tatsabbut wa
Al-Iqlal min Al-Riwayah’. Yaitu masa pembatasan dan penyedikitan
periwayat.(Agus Solahudin.2011. hal 34)
Pada masa menjelang
akhir kerasulannya, Rasulullah SAW. Berpesan kepada para sahabat agar berpegang
teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits serta mengajarkan kepada orang lain,
sebagaimana sabdanya :
تر كت فئكم ا مر ئن لن تصلؤا
ا بدا ماا ن تمسكتم بهم كتا ب ا لله ؤ سنة ر سؤ له (ر ؤ ا ه ت حا كم
)
“telah
aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh kepada
keduanya niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunah
Rasul-Nya. ”(Mudasir.1999.hal 95)
Pada masa Khalifah Abu
Bakar dan Umar, periwayatan hadits tersebar secara terbatas. Penulisan hadits
pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan pada masa itu, Umar
melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadits dan sebaliknya Umar
menekankan agar para sahabat mengerahankan perhatiannya untuk menyebarluaskan
Al-Qur’an*. Pembatasan tersebut dimaksud agar tidak banyak dari sahabat yang
mempermudah penggunaan nama Rosulullah SAW.dalam berbagai urusan. Segala
periwayatan yang mengatasnamakan Rosulullah SAW harus dengan mendatangkan
saksi.*
Pada masa itu, khalifah
Umar memiliki gagasan untuk membukukan hadits, namun maksdu tersebut diurungkan
setelah beliau melakukan istikharah.
Pada masa pemerintahan
Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib tentang periwayatan tidak berbeda
dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah
yang diterapkan tidaklah setegas Khalifah Umar Ibn al-Khattab. Dalam
sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits
yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya
periwayatan hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada
pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan masa penyebaran
sebuah hadits. Hal ini disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman yang
lebih lunak jika dibandingkan dengan Umar. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam
yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan
riwayat secara maksimal.
Sementara
pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasinya pemerintahan Islam telah berbeda
dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan masa krisis dan fitnah dalam
masyarakat. Terjadinya peperangan antara beberapa kelompok kepentingan politik
juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal itu membawa dampak
negative dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong
pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh
periwayatan hadits dapat dipercaya periwayatannya.
Dalam prakteknya, ada
dua tipologi cirri-ciri periwayatan hadits dalam perkembangannya yang dilakukan
para sahabat, yakni :
1.
Dengan lafadz asli, lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW.yang mereka hafal
benar lafazh dari Nabi.
2.
Dengan maknanya saja, mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hafal
lafazh asli dari Nabi SAW.(Maslani.2009.hal )
E.
Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar
Perkembangan Hadist
Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar in disebut juga ‘Ashr Intisyar al-Riwayah
ila A-Amshr’. Yaitu masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadits. Pada masa
ini, daerah islam sudah meluas, yakni ke Negara Syam, Irak, Mesir, Samarkand,
bahkan pada tahun 93 H meluas sampai ke Spanyol.hal ini besamaan dengan
berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka
tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadits.
Para sahabat kecil dan
tabi’in yang ingin mengetahui hadits-hadits Nabi SAW.diharuskan berangkat
keseluruh pelosok daerah daulah Islamiyah untuk menanyakan hadist kepada
sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar diwiayah tersebut. Dengan demikian,
pada masa ini, disamping tersebarnya periwayatan untuk mencari haditspun
menjadi ramai. Karena meningkatnya periwayatan hadits, muncullah bendaharawan
dan lembaga hadits diberbagai daerah diseluruh negeri. Diantara bendarawan
hadits yan banyak menerima, menghafal, dan mengembanhkan atau meriwayatkan
hadits adalah :
1.
Abu Hurairah
2.
‘Abdullah Ibn Umar
3.
‘Aisyah
4.
‘Abdullah Ibn ‘Abbas
5.
Jabir Ibn ‘Abdullah
6.
Abu Sa’id Al-Khudri
Adapun lembaga-lembaga
hadits yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pedidikan, dan pengembangan
hadits diantaranya terdapat di Madinah, Mekkah, Bashrah, Syam, dan Mesir.
Pada periode ini mulai
muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak beranggung. Hal ini terjadi
setelah wafatnya Ali. r.a. Pada masa ini, umat islam mulai terpecah-pecah
menjadi beberapa golongan. Yakni, : ‘Ali Ibn Abi Thalib, Khawarij, dan Jumruh.
Terpecahnya umat Islam
tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan
keterangan-yang berasal dari Rasulullah SAW.untuk mendukung golongan mereka.
Oleh sebab itulah, mereka membuat hadits palsu dan menyebarkannya kepada
masyarakat.(Agus Solehudin.2011.hal 38)
F. Perkembangan
Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan III
Periode ini disebut “ASAHR AL-Kitabah Al-Tadwin”,
yakni masa penulisan dan pembukuan. Maksudnya penulisan dan pembukuan secara
resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah secara
umum. Sebab kalau secara peroranga sebelum abad II H. hadist sudah banyak
ditulis baik pada masa tabi’in sahabt kecil, sahabat besar dan bahkan sejak
masa nabi SAW
Para
penulis hadist yang menonjol sebelum abad II H. dari kalangan tabi’in adalah;
Aban ibn ‘Usman (100H), ‘Abdullah ibn Hurmus (100H), ‘Abdullah ibn Muhammad ibn
‘Ali (99H), ‘Abdullah ibn Rabbah (90H), ‘Abdullah ibn Mas’ud (79H), ‘Abd
al-Rahman ibn Aidh (80H) dan lain-lainnya, yang menurut M.M. Azmi, penulis sebelum
abad II H. meliputi 86 orang tabi’in diakhir abad ke-I H, 48 orang tabi’in pada
masa sebelum akhir masa tabi’in, 50 orang dari kalangan sahabat.
Masa
pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa
pemerintahan khalifah ‘Umar ibn Abd al-‘Aziz tahun 101 H.
.
1. Dorongan bagi Usaha
Pentadwinan Hadist
a. Pada akhir abad
I H. para penghafal hadist semakin berkurang karena sudah banyak yang meninggal
dunia.
b. Periwayatan secara
lisan dengan berperang dan ingatan dalam keseragaman lafazh dan makna tidak
bisa berlangsung sangat lama, sebabnya ialah:
1) Factor intern: kondis
kaum muslimin sendiri dalam menghafal riwayat dan memelihara hafalan tersebut
makin lama berkurang, dikarenakan antara lain:
a) Semangat penghafal
berkurang karena pengaruh kadar iman yang berada pada dada kaum muslimin
melemah.
b) Perubahan watak,
pengaruh, pengaruh campuran ras dan berubahnya keadaan masyarakat dan
kehidupan.
2)
Factor ekstern: pengaruh yang dating dari luar, antara lain:
a)
Makin banyaknya problema hidup dari masa ke masa dalam berbagai sector
kehidupan sosail, ekonomi, dan politik.
b)
Tidak henti- hentinya terdapat serangan dari kaum yang sengaja merusak Hadist
dengan jalan mengaburkan Hadist – hadist yang sebenarnya.
Oleh karena itu terasa
perlunya diselenggarakan pencatatan hadist dengan tidak mengabaikan hafalan dan
ingatan.
c.
Mulai tahun 40H, periwayatan hadist dikaburkan oleh timbulnya pemalsuan hadist
yang dilakukan oleh orang – orang kafir, munafik dan zindiq, didorong oleh
peristiwa yang terjadi dikalangan umat islam.
d.
Pada masa tabi’in tidak dikhawatirkan lagi tercampurnya antara al-quran dan
hadist, sehingga tidak menimbulkan kesamaran tentang al-quran sebagai dasar
tasyri’ yang pertama yang telah dibukukan, maka hadist oun yang berfungsi
sebagai interpretasi al-quran, secara otomatis harus dibukukan pula.
e.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju karena semakin luasnya scope
pengenalan umat dan pertemuan peradaban antara orang islam dengan anak-anak
negeri yang kemudian menjadi wilayah islam.
f.
Pada umat islam sudah tersedia potensi atau sarana untuk keperluan penulisan,
pengumpulan dan pembukuan hadist.
2.
Tujuan dan Faedah Pentadwinan Hadits
a.
Segi kepentingan agama
1)
Tujuan tadwin hadist ditinjau dari kepentingan agama berpangkal pada masalah
pemeliharaan syari’at.
b. Dari segi kebutuhan
umat:
1). Untuk pelaksanaan agama, maka umat islam
memerlukan sekali pedoman praktis yang secara mudah dan
efisien.
2). Untuk istinbath bagi persoalan-persoalan kehidupan.
3). Untuk menghindari kekaburan umat islam tentang hadist.
Aktifitas tadwin hadist secara resmi dimulai pada masa
khalifah ‘Umar ibn Abd al-‘Aziz (khalifah ke-8 dari daulah ummayah) yang
terkenal adil dan wara serta ahli dalam berbagai ilmu.
Untuk merealisasikan niatnya itu, pertama – tama
beliau meminta kepada gubernur madinah, Abu Bakar ibn
Muhammad ibn
‘Amr ibn Hazm, supaya membukukan hadist Nabi SAW yang terdapat pada ‘Amarah
binti ‘Abd al- Rahman ibn sa’ad ibn Zurarah ibn ‘ Ades.
Surat Umar ibn Abd al- ‘Azis yang ditujukan kepada
gubernur dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)
Perintah meneliti dan membukukan hadist Rasul SAW dengan ketentuan jangan
diterima selain hadist rasul.
b)
Perintah untuk menyebar luaskan hadist – hadist tersebut dengan jalan
mengadakan majlis – majlis ilmu, supaya hadist tidak lenyap karna menjadi
rahasia.
Aktifitas pentadwinan hadist secara resmi dan intensif berlangsung selama abad
ke II dan III H, yakni aktifitas sampai terkumpulnya seluruh hadis dalam
diwan-diwan hadist. Pelopor mudawid adalah Abu Bakar ibn Muhammad ibn Muslim
ibn ‘ Ubaidillah ibn Syihab al – Zuhri, seorang tabi’I yang ahli dalam bidnang
fiqih dan hadist. Dan Pelopor tadwin dengan seleksi adalah Ishaq ibn Rawaih
yang diikuti dan disempurnakan oleh al- Bukhari dan Muslim.
Fase-fase Pentadwinan :
a) Fase Tadwin masa
pertama
Pada fase ini para Mudawwin mengadakan tadwin dengan
memasukkan ke dalam diwannya semua hadist, baik sabda Nabi SAW maupun fatwa
sahabt dan tabi’in.
Jadi meliputi hadist marfu’, ‘ mauquf dan Maqthu.
Corak tadwin ini berlangsung selama abad II H. Kitab – kitab yang disusun pada
masa ini tidak sampai pada masa kita sekarang kecuali kitab al- Muwatha’
susunan Malik ibn Anas.
b) Fase Tadwin dengan
Kualifikasi
Pada awal abad III H. para ulama melaksankan tadwin
hadis dengan memisahkan antara sabda Nabi SAW dengan fatwa sahabat dan tabi’in
(kualifikasi).
System penyusunan yang dipakai adalah tasnid, yakni
menyusun Hadist dalam kitab-kitab berdasarkan nama sahabat perawi. Sedangkan di
dalam menerbitkan nma sahabat ada yang menerbitkan menurut tertib kabilah, ada
yang menurut masa memeluk agama islam dan ada pula yang tidak memperhatikan
tertiban ini.
c) Fase Tadwin dengan
seleksi
Hal yang mendorong usaha tadwin dengan seleksi ini
dalah karena meluasnya pemalsuan hadist di akhir abad II H, dan awal abad III
H. Untuk menanggulangi hal itu bangkitlah para ulama untuk lebih
mengintensifikasikan dalam hal-hal:
§
Penelitian dan pembahasan tentang perawi hadist dari berbagai segi: keadilan,
ke dhabitan, yang hal ini diambil dari biografi para perawi.
§
Penyahihan hadist atas kaidah-kaidah ilmu hadist yang membedakan anatara
hadist-hadist yang shahih dan yang dha’if.
Corak tadwin dengan
seleksi menghasilakan dua jenis diwan hadist.
a)
Kitab Shahih, yakni kitab-kitab yang penyusunnya tidak memasukkan ke dalamnya
selain dari hadist shahih saja. Kitab shahih antara lain: (1) shahih Bukhari,
(2) shahih Muslim, (3) shahih al- Mustadrak Hakim, (4) shahih Ibn Hibban, (5)
shahih Ibn Khuzaimah, (6) shahih Abu ‘Awanah, dan (7) shahih Ibn Jarud.
b)
Kitab sunan,yakni kitab yang oleh penyusunannya tidak dimasukkan kedalamnya
hadist-hadist munkar dan yang sderajatnya. Kitab sunan antara lain: (1) sunan
Abu Dawud, (2) sunan Turmudzu, (3) sunan al-Nas’I, (4) sunan Ibn Majah, (5) sunan
al-Damiri, (6) sunan al-Dailami, (7) sunan Baihaqi, dan (8) sunan
al-Daruqhuthi.
Diantara kitab-kitab yang terkenal adalah: (1) Al-jami’ al-sahih al- Bukhari,
(2) Al-jami’ al-shahih Muslim, (3) sunan al-Nasa’I, (4) sunan Abu Dawud, (5)
sunan al-turmudzu,dan (9) sunan Ibn Majah. Keenam kitab inilah yang terkenal
dengan sebutan: al-kutub al-sittah,yakni kitab-kitab pokok yang enam.
Berikut ini akan diuraikan sekedarnya mengenai kitab-kitab shahih dan sunan
yang enam (al-kutub al-sittah):
1)
Shahih Bukhari
Dengan syarat dan proses keshahihan (tasbih) yang tinggi seperti tersebut di
atas ditambah dengan keistimewaan yang menonjol dalam bidang hafalan dan
keahliannya dalam meniliti perawi, maka al-Bukhari telah membawa al’jami
al-shahih-nya ke tempat yang tertinggi diantara kitab-kitab hadist. “ Dialah
kitab hadist yang paling shahih sesudah al-qur’an”. Demikian para ulama ahli
hadist bersepakat dalam menilai kitab hadist ini.
Penyusunan kitab-kitab
pembantu
Disamping telah melaksanakan penyusunan kitab-kitab hadist (kitab materi), para
ulama Muhaditsin telah berhasil pula menyusun kitab pembantu, yang dalam hal
ini terdiri dari: (1) Kitab ‘Ulumul Hadist, (2) Kitab Penunjuk,dan (3) Kitab
Problema. Kitab ‘Ulumul Hadist adalah kitab-kitab yang berisi tentang ilmu
Hadist (Fiqh al-Hadist). Kitab Problema adalah kitab yang berisi uraian yang
bermaksud menghilangkan problematika yang timbul dari masa ke masa yang memberi
pengaruh negative pada Hadist, berupa kitab-kitab sanggahan, analis dan
tangkisan.
G.
Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir.
Periode ini disebut
‘Ashr al-Tahzhib wa al-Tartib wa al-Istidrak wa al-Jami’I wa al-Syarh wa
al-Takhrij wa al-Bahts,’yaitu masa pembersihan, penyusunan, penambahan,
pengumpulan, penyerahan, pentakhrijan dan pembahasan yang berlangsung
sejak abad IV sampai 656 H.
Ulama yang hidup pada
mulai abad IV disebut ulama Mutaakhir, sedangkan ulama yang hidup sebelumnya
disebut ulama Mutaqaddimin.
Corak periwayatan
Hadits pada masa mutaqaddimin dengan penukilan langsung dari para penghafal,
sedangkan pada masa Mutaakhir para ulama mencukupkan periwayatan dengan menukil
dan mengutip dari kita-kitab Hadits yang ditadwin oleh para ulama-ulama abad II
dan III H.
Bertolak dari hasil
tadwin itulah maka ulama-ulama di abad IV H memperluas system dan corak tadwin,
menerbitkan penyusunan, penyusun spesialisasi dan kitab-kitab komentar serta
kita-kitab gabungan dan lain-lainnya.
Aktivitas tadwin Hadits
abad IV disebut aktivita tadwin ba’da tadwin. Dari keseluruhan aktivitas
tersebut dapat dapat diklasifikasikan dan disimpulkan sebagai berikut :
1.
Tadwin Hadits dengan perluasan dan penyempurnaan system dan corak :
a.
Tadwin Hadits dengan mengumpulkan Hadits-hadits shahih yang tidak terdapat
dalam kita-kitab shahih.
b.
Tadwin Hadits dengan mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat
salah satunya yang kebetulan tidak dishahihkan ileh beliau, kitabnya disebut
Mustadrak
c.
Tadwin istikhraj, yaitu dengan mengumpulkan hadits-hadits yang dimbilkan dari
sesuatu kitab,misalnya dari al-jami’ al-shahih al-Bukhari, lalu meriwayatkan
dengan sanad sendiri yang lain dari sanad yang terdapat pada kitab yang disebut
Mutakhraj.
d.
Tadwin Athraf
e.
Tadwin dengan usaha mengumpulkan Hadits yang didapat dari suatu kitab, kemudian
dikumpulkan dari suatu kitab lain dengan diterangkan siapa perawinya dan
bagaimana nilainya. Kitab dengan tadwin cara ini disebut Kitab takhrij.
f.
Tadwin dengan menambah Hadits yang terdapat dalam kitab sebelumnya menjadi
sebuah kitab tertentu yang disebut Kitab Zawaid
g.
Tadwin Hadits dengan menggabungkan Hadits yang terhimpun pada kitab lainnya.
Misalnya isi kitab-kitab shahih,kitab hasil tadwin dengan cara penggabungan ini
disebut kitab Jami’ dan kalau lebih luas lagi disebut Jawami.
h.
Tadwin dengan komentar, penafsiran dan pembahasan secara luas dan mendalam dari
isi kitab Hadits tertentu yang disebut Kitab Syarah.
i.
Tadwin dengan meringkas isi dari kitab Hadits tertentu yang disebut Kitab
Mukhatashar.
2.
Penyusunan kitab Hadits secara spesialisasi, maksdunya tadwin dengan
mengkhususkan ke dalam diwan-diwan tersebut. Materi-materi Hadits dalam
bidang-bidang tertentu :
a.
Tadwin Hadits Hukuk, yaitu khusus membukukan Hadits mengenai Hukum.
b.
Tadwin Hadits Targhib, yaitu mengumpulkan hadits mengenai keutamaan amal,
menggemarkan perbuatan baik dan menjauhkan perbuatan terlarang.
c.
Tadwin Hadits Qudsi, yaitu menghimpun hadits Qudsi yang disabdakan oleh Nabi SAW.dengan
menisbahkan perkataan itu kepada Allah SWT.
d.
Tadwin Hadits Adzkar, yaitu menghimpun hadits adzkar.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Sejarah perkembang
hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui dari masa lahirnya dan
tumbuh dalam pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman umat darigenerasi ke
generasi.
periodisasi sejarah hadits yang membaginya pada lima
periode :
1. Periode pertama :
masa Rasullulah semenjak Rasullulah diangkat jadi Rasul sampai wafatnya “Masa
turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam”
2. Periode kedua : masa
Khulafa’Ar-Rasyidin (11 H - 40 H)“Masa membatasi dan penyedikitan periwayatan”
3. Periode ketiga : Masa
Sahabat kecil dan Tabiin “Masa perkembangan dan penyebarluasan periwayatan
hadits”.
4. Periode keempat :
Masa abad II dan III Hijriyah “Masa pembukuan dan penulisan”.
5. Periode kelima : Masa
Mutaakhir “Masa Penyempurnaan penyususnan hadits”
Pada periode ini sejarah hadist disebut “ Ashr al –
Wahyiwa al – Takwin” ( masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam ).
Pada saat inilah Hadist lahir berupa sabda (aqwal), af’al da taqrir. Nabi yang
berfungsi menerangkan al-qur’an dalam rangka menegakkan syari’at islam dan
membentuk masyarakat Islam
Perkembangan hadits pada masa khulafa’al-Rasyidin ini
disebut juga sebagai ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’. Yaitu masa
pembatasan dan penyedikitan periwayat
Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in
Besar in disebut juga ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila A-Amshr’. Yaitu masa
berkembang dan meluasnya periwayatan hadits
Perkembangan Hadist pada masa abad II dan III H
Periode ini disebut “ASAHR AL-Kitabah Al-Tadwin”, yakni masa penulisan dan
pembukuan. Maksudnya penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan
oleh atau atas inisiatif pemerintah secara umum. Sebab kalau secara peroranga
sebelum abad II H. hadist sudah banyak ditulis baik pada masa tabi’in sahabt
kecil, sahabat besar dan bahkan sejak masa nabi SAW
Perkembangan Hadist Masa Mutaakhir ini Periode
ini disebut ‘Ashr al-Tahzhib wa al-Tartib wa al-Istidrak wa al-Jami’I wa
al-Syarh wa al-Takhrij wa al-Bahts,’yaitu masa pembersihan, penyusunan,
penambahan, pengumpulan, penyerahan, pentakhrijan dan pembahasan yang
berlangsung sejak abad IV sampai 656 H. Ulama yang hidup pada mulai abad
IV disebut ulama Mutaakhir, sedangkan ulama yang hidup sebelumnya disebut ulama
Mutaqaddimin.
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini penulis berharap dengan
mengetahui sejarah perkembangan hadits agar umat Islam lebih bersifat
inskusif terhadap beberapa hasanan pemikiran tentang segala hal. Sehingga
ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab berbagai tuntunan
perubahan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon. 2009.
Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH
Agus
Solahudin.2009.Ulumul Hadis.Bandung : Pustaka Setia
Endang Soetari. 2008.
Ilmu Hadits : Kajian Riwayah & Dariyah. Bandung : MIMBAR PUSTAKA
Maslani. 2011.
Ikhtiasri Ulumul Hadits. Bandung : CV. Insan Mandiri
Mudasir. 1999.Ilmu Hadis. Bandung
: Pustaka Setia
http://en.wikipedia,org/
http://zulkhulafair.blogspot.com/2012/10/sejarah-perkembangan-hadis-pada-masa.html.
diakses 20 februari2013
http://seohy18.blogspot.com/2011/04/sejarah-perkembangan-hadis-pada-periode.html.akses
23 februari 2013
mohon maaf kak izin mencopas
BalasHapus